Istana Apresiasi Kegiatan Pertemuan Penggerak Desa Peduli Buruh Migran
Istana Apresiasi Kegiatan Pertemuan Penggerak Desa Peduli Buruh Migran
Banyuwangi, 27 November 2018
Perlindungan terhadap buruh migran terutama kaum perempuan menjadi perhatian Pemerintah. Dalam setiap kasus yang menimpa buruh migran, komitmen Presiden Joko Widodo untuk melindungi dan membela para pekerja di luar negeri terasa nyata.
Melalui Kementerian Ketenagakerjaan maupun Kementerian Luar Negeri, perlindungan tersebut dapat dilacak dari langkah-langkah yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK. Pembelaan dan perlindungan para buruh di negara-negara di mana para pekerja asal Indonesia mencari nafkah selalu ditingkatkan.
Akan tetapi, lebih dari itu, perlindungan yang menyangkut keluarga para buruh migran –anak-anak dan orang tua atau keluarga terdekat para buruh—juga terus diperbaiki.
Pemerintah telah merilis program Desa Migran Produkti (Desmigratif). Keterlibatan lembaga swadaya masyarakat juga dirasakan sangat membantu pemerintah untuk membangun pendekatan yang lebih komprehensi.
Oleh karena itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyambut dan mengapresiasi kegiatan Pertemuan Nasional Penggerak Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) yang diselenggarakan di Banyuwangi, Selasa, 27 November 2018. Di hadapan kurang lebih 250 orang dari berbagai wilayah yang selama ini menjadi kantong-kantong pekerja dari Indonesia yang bekerja di luar negeri seperti dari NTB, NTT, Jawa Tengah, Jawa Timur. Moeldoko menyatakan apresiasinya.
“Dengan adanya Desbumi ini, pemerintah khususnya desa dapat lebih aktif dan maksimal dalam melayani dan melindungi warganya yang bekerja di luar negeri. Begitu juga dengan keluarga yang ditinggalkan di tanah air,” kata Moeldoko.
Apa yang ditegaskan oleh Moeldoko tersebut diamini oleh Sumiatun (anggota Desbumi Jember). “Inisiatif ini ditunjukan melalui kegiatan kita mengumpulkan kembali buruh migran yang purna, untuk mengetahui perkembangan terabru dan keberadaan negara yang pernah ia tempati”.
Kemudian, ada beberapa dari mereka yang mempunyai peran untuk mendampingi buruh migran baru. Bahkan, mereka diberi bekal dalam bentuk kemampuan bahasa asing dan keterampilan dasar.
“Sekarang kita mempunyai tolok ukur untuk menentukan siapa yang dikirim di luar negeri. Minimalnya lulusan apa harus jelas. Karena kasihan setelah para pekerja berada di luar negeri, apabila orang yang dikirim tidak mempunyai pengetahuan dasar,” tegas Sumiatun.
Moeldoko menegaskan pula bahwa dampak adanya Desa Migran Produktif ini adalah meningkatnya pelayanan dan perlindungan kepada para pekerja migran. “Zaman dulu, informasi keberadaan para pekerja migran Indonesia saja sulit didapatkan dan birokrasi perizinan untuk bekerja di luar negeri secara resmi sangat susah didapat. Akibatnya TKI dan TKW ilegal serta oknum-oknum calo tenaga kerja ilegal menjadi banyak sehingga banyak calon-calon pekerja yang tertipu,” paparnya.
Dengan adanya Desa Migran Produktif, sistem dan tata kelola pengurusan tenaga kerja yang akan ke luar negeri menjadi lebih terstruktur, aliran informasi juga lebih jelas dan ada SOP nya, sehingga tidak membingungkan masyarakat yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Narahubung
Alois Wisnuhardana | alois.wisnuhardana@ksp.go.id