Situs Makam Kyai Jeneng Desa Sumingkir

Di sebuah dukuh bernama kuncen Desa Sumingkir Kecamatan Kutasari kabupaten Purbalingga, terdapat sebuah situs makam keramat.
Ada banyak bus yang terparkir di dekat situ, membawa peziarah dari sejumlah kota. Di tengah padatnya pemukiman desa tersebut, petugas parkir terlihat berusaha mengatur bus untuk menuntun peziarah tersebut ke sebuah makam yang terletak di seberang kali curug bandung.
Makam tersebut adalah makam dari seorang tokoh penyebaran agama Islam di masa lalu yaitu makam keramat Kyai Jeneng.
Dari zaman dahulu makam ini hanya di gunakan untuk menyembah dan meminta sesuatu, "seperti meminta penglaris, meminta restu kemenangan lurah serta acara seperti wayang dan lain lain". menurut salah satu kesepuhan di desa tersebut.
Beberapa tahun ke belakang pernah ada kejadian aneh di Desa Sumingkir, angin besar datang saat pagelaran wayang berlangsung dan memporak-porandakan panggung wayang.
"Angin itu datang akibat dari kemarahan kyai jeneng karena si dalang tidak minta restu dan izin ke kyai jeneng sebelum mengadakan pagelaran wayang". ujar spiritualis di Desa Sumingkir
Kyai jeneng, diyakini sebagai seorang yang memiliki kesaktian Mandra guna di desa sumingkir, beliau juga asli warga sumingkir secara turun temurun.
Pengelola atau pembersih dari makam keramat Kyai Jeneng, yang tidak mau di sebutkan namanya, mengatakan dirinya telah mengelola makam ini selama kurang lebih 5 tahun.
Selama itu, banyak perjuangan yang dilakukan oleh si pengurus makam demi menjaga kelestarian makam ini, mulai dari pembuatan jembatan untuk menyebrangi kali dan membuat ambalan tangga untuk naik menuju makam serta. Perawatan setiap harinya. Biayanya di ambil dari uang kotak amal yang diisi secara Sukarela oleh pengunjung makam.
“Kata orang tua zaman dulu, posisi makam ini tidak pernah berubah tetap disini, peziarah juga harus melakukan tirakat puasa mutih atau penuh setiap peziarah juga di haruskan berwudhu sebelum menuju makan dan melepas alas kaki, dulu sebelum ada acara wayang juga sidalang harus soan ke makam untuk meminta izin agar acaranya lancar dan tidak ada bencana”. ungkap penjaga makam
Makam ini telah mencuri perhatian dari peziarah tidak hanya dari Purbalingga tetapi juga dari berbagai daerah lain seperti solo, Jogja, Semarang, Surabaya, serta daerah lainnya. Tidak hanya itu bahkan orang-orang umat agama lain banyak yang datang untuk berziarah ke makam ini, karena Kyai Jeneng merupakan kejawen di jaman dahulu.
Penelusuran yang dilakukan oleh seorang ulama besar yaitu Kyai Hambali pada tahun 2023, mengadakan haul yang membuat banyak peziarah datang ke makam ini untuk berziarah dan berdoa. Dia yang menyebarkan berita tentang makam Kyai Jeneng kepada masyarakat yang ada di pulau Jawa, dan sekitarnya, juga mengatakan bahwa Kyai Jeneng merupakan ulama di zaman dahulu yang menyebarkan Islam di Sumingkir Purbalingga.
Haul di adakan setiap hari santri karena karena tidak ada yang mengetahui tanggal kematian kyai jeneng tersebut, serta biayanya di kumpulkan dari iuran warga di karenakan pihak Desa tidak mau membantu.
Pihak dari pejabat Desa enggan untuk memberikan keterangan untuk hal ini.
Penjaga makam mengatakan, peziarah yang datang ke makam ini juga banyak, untuk mendoakan. “biasanya pada setiap legi terakhir bulan Safar, makam keramat Kyai Jeneng akan ramai dikunjungi oleh peziarah,” ujar si penjaga makam yang di temui Senin 23 Desember 2024.
Berkunjung ke makam keramat tentu terdapat aturan yang harus ditaati seperti, larangan memakai alas kaki saat masuk ke dalam area makam, larangan untuk masuk ke area makam bagi perempuan yang sedang haid, selain itu tetap menjaga sopan santun saat beribadah atau berkunjung.
“Makam ini buka setiap hari selama 24 jam, jika ingin bermalam disana wajib lapor kepada pengelola makam dengan menyerahkan KTP.” katanya.
Di sebelah kiri makam Kyai jeneng, juga ada beberapa makam lain yang diyakini sebagai sebagai saksi bisu dari generasi ke generasi. Diceritakan bahwa mereka adalah kesepuhan di desa tersebut.
Kata si penjaga makam, makam keramat ini bukan hanya sebuah tempat bersejarah, makam ini merupakan tempat wisata religi yang memiliki simbol keberagaman dan warisan spiritual yang terus hidup. (*)
Purbalingga, 25 Desember 2024 (Deri Waluyo)