Suro Momentum Suwung

Manunggaling Kawulo-Gusti. Padepokan welas asih membedah arti dan keistimewaan dalam bulan suro . Bersama narasumber H SBR Santoso SE
Acara dopokan yang diselenggarakan pada Sabtu 5/7/2025 bertempat dimarkas komando padepokan welas asih jl veteran pasirmuncang Purwokerto barat kabupaten Banyumas dengan awak media sorot Nuswantoro serta dihadir kidalang Rasman.
H SBR Santoso menyampaikan makna 1 Suro dalam Spiritualitas Jawa/Kejawen
1. Pergantian Waktu Sakral (Waktu Kosmik)1 Suro adalah hari pertama di penanggalan Jawa (Saka).
Dalam kejawen, ini bukan hanya pergantian angka, tapi pergantian energi kehidupan momentum refleksi spiritual
Dikenal sebagai malem suwung atau malam kosong: saat manusia menyadari kefanaan dan kembali ke kesadaran batin terdalam
2. Waktu Untuk Laku dan Tapa Batin Orang Jawa tidak merayakan 1 Suro dengan pesta.- Justru dengan lelaku (ritual spiritual), seperti tirakat topo bisu, meditasi, zikir, puasa mutih karena dipercaya pada malam ini “tirta panguripan” (airkehidupan) turun bagi yang siap menerimanya
3. Kesadaran Kosmis Manunggaling Kawula Gusti- 1 Suro adalah saat terbaik menyatu dengan semesta dan Tuhan.Dalam kejawen Manunggal kawula (hamba) menyatu dengan Gusti (Tuhan) bukan secara teologis dogmatis, tapi batiniah dan etis hidup yang selaras dengan alam, sesama, dan diri sejati.
4.Titik Nol Spiritual
Dikenal sebagai mulih ing asal (kembali ke asal), simbol bahwa segala hal akan kembali ke sumbernya.
Momentum ini menumbuhkankesadaran eksistensial bahwa hidup bukan sekadar ambisi duniawi, tapi perjalanan jiwa.
5. Bukan Takhayul Tapi Kontemplasi Energi Kejawen memandang energi bukan mistis, tapi realitas batin yang bisa dirasakan melalui ketenangan, kesadaran diri, dankeheningan.
6 Maka dihindari keramaian, kemarahan, pesta pora diganti dengan syukur, introspeksi, dan penguatan spiritual.
Kidalang Mbah Rasman dalam wejangan 1 Suro adalah simbol waktu untuk kembali pada diri sejati dan menyucikan niat
Bukan untuk ditakuti atau disakralkan secara klenik, tapi untuk dihayati sebagai momentum pembaruan jiwa
Bagi spiritualitas Jawa, manusia yang sejati bukan yang paling kuat atau kaya, tetapi yang mampu menjaga batin tetap bening dan hidup selaras. Kidalang Mbah Rasman menambahkan
HINGSUN MANUNGGALING KAWULO HINGSUN
1 Suro bukan sekadar pergantian kalender. Dalam kejawen, ini adalah titising mangsa momentum perubahan energi semesta.
Waktu untuk menata kembali batin, menata niat, dan membersihkan diri dari hawa nafsu.Karena ini adalah wanci suwung waktu hening. Keheningan lebih suci dari keramaian.
Di saat itulah batin dapat mendengar bisikan sejati dari alam dan Tuhan. Orang bijak memilih tirakat, bukan pesta.
Manunggaling Kawula Gusti. 1 Suro adalah waktu terbaik menyatu dengan Gusti. Bukan melalui ritual rumit, tapi melalui kesadaran batin. Ketika ego ditundukkan, kesadaran meluas, dan hidup menyatu dengan kehendak ilahi.
Ini spiritual dan filosofis. Sama seperti orang merenung saat ulang tahun, tahun baru, atau Ramadan. Kejawen hanya menempatkan momen ini lebih dalam — sebagai kaca benggala jiwa.
Di tengah dunia yang gaduh dan serba cepat, 1 Suro mengajarkan pentingnya berhenti sejenak, mengheningkan cipta, dan mengenal kembali siapa diri kita di tengah semesta ini.
DongoDinongoAndumSelamet
Tirakat (puasa atau tapa), meditasi atau zikir, menyendiri sejenak tanpa gadget, maafkan diri sendiri dan orang lain, menyusun niat dan tekad baru dengan jiwa bersih
Bahwa kemenangan terbesar bukan mengalahkan orang lain, tapi mengalahkan diri sendiri. Dan kebahagiaan sejati lahir dari hati yang bening, pikiran yang jernih, dan hidup yang selaras.
Ra-Hayu Ra-Hayu Ra-Hayu Ra-HayuSlamet ing ati, slamet ing urip
"Seudara" Semua Makhluk Sumbernya SamaDongo Dinongo Andum Slamet (hendro)