Viral Di Media Sosial, Polres Wonosobo Tegaskan Tidak Ada Penelanjangan Dalam Kasus 7 Juni 2025

Viral Di Media Sosial, Polres Wonosobo Tegaskan Tidak Ada Penelanjanga
10-Jul-2025 | sorotnuswantoro Wonosobo

Kepolisian Resor (Polres) Wonosobo menyampaikan klarifikasi resmi atas polemik yang berkembang di media sosial terkait dugaan penganiayaan terhadap kelompok rentan yang terjadi pada 7 Juni 2025 di wilayah hukum Polsek Leksono, Kabupaten Wonosobo. Peristiwa tersebut menyedot perhatian publik setelah video yang memuat narasi dugaan penelanjangan korban menjadi viral di platform TikTok.

Dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis, 10 Juli 2025 di Mapolres Wonosobo, Kapolres Wonosobo AKBP M. Kasim Akbar Bantilan, S.I.K., M.M., menjelaskan secara gamblang kronologi, progres penanganan, serta posisi hukum perkara yang saat ini telah resmi dinaikkan ke tahap penyidikan.

Kronologi Awal: Laporan Masuk, Penanganan Terkendala Faktor Teknis

Menurut Kapolres, laporan terkait dugaan tindak pidana penganiayaan awalnya diterima dan ditangani oleh jajaran Polsek Leksono. Namun, proses tindak lanjut sempat mengalami kendala lantaran penasehat hukum pihak pelapor jatuh sakit, sehingga komunikasi antara penyidik dengan pelapor menjadi terhambat.

“Sejak awal, penyidik Polsek telah berupaya membangun komunikasi intensif dengan kuasa hukum pelapor guna melengkapi keterangan para saksi, sambil menunggu hasil visum et repertum. Namun karena kondisi kesehatan penasehat hukum yang memburuk, sejumlah informasi tidak sampai ke pelapor, yang kemudian memunculkan mispersepsi di ruang publik,” jelas Kapolres.

Viral di TikTok, Kasus Diambil Alih Satreskrim Polres Wonosobo

Menyikapi perkembangan viralnya kasus tersebut di media sosial, Polres Wonosobo mengambil langkah strategis untuk menjamin penanganan yang lebih cepat dan profesional. Penanganan kasus secara resmi diambil alih oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Wonosobo.

Langkah ini diambil setelah hasil visum dan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi menguatkan dasar hukum yang cukup untuk meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.

“Hasil gelar perkara menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan terhadap korban memang menyebabkan rasa sakit, tetapi tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari. Oleh karena itu, perkara ini masuk dalam kategori penganiayaan ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 352 Ayat (1) KUHP,” terang AKBP Akbar.

Polisi Klarifikasi: Tidak Ada Penelanjangan Korban

Isu yang paling memicu kehebohan publik adalah narasi soal dugaan penelanjangan terhadap korban. Menanggapi hal ini, Kapolres Wonosobo secara tegas membantah kebenaran informasi tersebut. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para saksi mata yang berada di lokasi kejadian, tidak satu pun memberikan keterangan adanya tindakan penelanjangan sebagaimana yang ramai diperbincangkan.

“Kami ingin meluruskan bahwa dalam proses klarifikasi dan pemeriksaan yang telah dilakukan, tidak ditemukan bukti atau saksi yang mendukung narasi penelanjangan korban. Penyidikan tetap berpedoman pada fakta hukum dan bukan pada asumsi viral di media sosial,” tegasnya.

Komitmen Perlindungan terhadap Kelompok Rentan

Kapolres juga menegaskan bahwa pihaknya tetap memberikan atensi serius karena perkara ini menyangkut kelompok rentan. Penanganan dilakukan dengan mengutamakan asas profesionalisme, objektivitas, dan nondiskriminasi, sebagai bentuk komitmen Polri dalam memberikan perlindungan hukum yang setara kepada setiap warga negara.

“Kami pastikan bahwa proses penyidikan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Kami mengajak masyarakat untuk tidak mudah terpancing oleh informasi yang belum terverifikasi,” imbuh Kapolres.

Landasan Hukum: Pasal 352 Ayat (1) KUHP

Dalam perkara ini, pihak penyidik menetapkan Pasal 352 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai dasar sangkaan terhadap terlapor. Pasal ini mengatur mengenai penganiayaan ringan, yang berbunyi:

“Penganiayaan yang tidak menyebabkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pencaharian, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.000.”

Kapolres menambahkan bahwa penyidik akan melanjutkan proses penyidikan hingga tuntas, dengan mengedepankan restorative justice jika memungkinkan, tanpa mengabaikan hak-hak korban dan kewajiban hukum pelaku.

Dengan sikap tegas, terukur, dan berlandaskan hukum, Polres Wonosobo membuktikan komitmennya dalam menjaga kepercayaan publik. Masyarakat diimbau untuk menyaring informasi dan tidak menyebarluaskan narasi yang belum terbukti kebenarannya, guna menghindari pembentukan opini keliru yang dapat merugikan banyak pihak pungkasnya.

Tags