Raden Kamandaka Mencari Cinta

Raden Kamandaka Mencari Cinta
08-Apr-2021 | sorotnuswantoro indonesia

Banyumas || Kisah cinta Dewi Ciptarasa dengan kekasihnya Raden Kamandaka (Banyak Cacra) telah melegenda di hati masyarakat Banyumas Adapun kisah Raden Kamandaka alias Banyak Cacra sang putra Pajajaran itu sebagai berikut: Ketika menyadari usianya yang semakin lanjut Prabu Siliwangi dari Pajajaran bermaksud menyerahkan kerajaan kepada putra mahkota. Oleh ayahandanya sang putra mahkota Raden Banyak Cacra diperintahkan mencari istri (prameswari, Red.) sebagai persyaratannya.

“Hai Banyak Cacra aku merasa malu terhadap para raja di negeri seberang setelah berusia senja mereka dapat mewariskan kerajaannya kepada putra mahkota dengan cara damai tanpa melalui pertumpahan darah, sementara engkau sendiri ketika hendak kulimpahi kekuasaan terus saja menolak dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal,“ kata Prabu Siliwangi pada putranya itu.

“Bukan begitu ramanda, hamba masih ingin menuntut ilmu agar di saat memegang kekuasaan nanti telah memiliki kemampuan yang cukup sehingga dapat berlaku adil dan rakyat pajajaran dapat hidup rukun dan makmur,“ jawab Banyak Cacra sang putra mahkota.

“Hendak berguru, menuntut ilmu atau menurutkan nafsu angkara murkamu yang suka mengadu ayam dan berburu di hutan bersama para prajurit sialan itu,“ tukas sang Prabu pula.

“Baiklah turuti saja kehendak ramandamu segera carilah calon permasuri sebagai syarat utama seorang putra raja sebelum naik tahta kerajaan,“ garwa prameswari yang juga ibundanya menambahi.

“Tidak ibu, hamba meminta tenggang waktu hamba tidak setuju dikawinkan dengan putri paman patih sebab dalam hati hamba telah bersumpah tidak akan beristri sebelum mendapatkan seorang putri yang baik wajah maupun tingkah lakunya mirip dengan ibunda ratu!“ Jawab Banyak Cacra pula.

“Dasar anak kurang ajar jika begitu engkau tidak pantas lagi sebagai putraku segera enyahlah dari negeri ini aku telah tidak sudi lagi melihat mukamu lagi!“ mendengar itu prabu Siliwangi menjadi murka.

Raden Banyak Cacra tetap bersikukuh dan bersumpah tiada akan pernah beristri jika belum mendapatkan putri yang baik wajah maupun pribadinya mirip dengan ibundanya sehingga akhir hayatnya nanti. Raden Banyak Cacra segera mendapatkan gurunya Ki Ajar Wirangrong di Tangkuban Perahu untuk meminta petuah.

“Ki Ajar kini aku telah menjadi rakyat biasa yang hina dina tidak mempunyai apa-apa dan siapa lagi karena telah tidak diakui sebagai putra Prabu Siliwangi dan diusir dari negeri ini,“ Banyak Cacra mengadu pada gurunya itu serta menceritakan sumpahnya yang tidak akan beristri sebelum menemukan seorang putri yang mirip dengan ibunya.

“Jangan bicara begitu raden, tidak pernah ada orang tua yang ingin menjerumuskan anak-anaknya. Kita sebagai manusia kesemuanya telah ada yang mengatur. Untuk masalah: Rupa wajah, rejeki, kematian, jodoh tidak pernah ada yang mengetahui kecuali Tuhan Penguasa jagat ini “ Ki Ajar Wirangrong menghiburnya.

“Akankah anak seorang raja seperti aku akan hidup sengsara hidup terlunta-lunta sebagai peminta-minta di jalanan karena berlaku durhaka tidak menuruti perintah orang tuanya?“ kata Raden Banyak Cacra memelas meminta petunjuk gurunya itu. “Raden jangan berputus asa pergilah engkau ke arah matahari terbit di sebelah timur di situlah engkau akan menemukan yang engkau cari seorang putri yang sangat mirip dengan wajah ibundamu!“ Gurunya itu memberi petunjuk.

“Baiklah guru, hamba akan laksanakan apa yang diperintahkan Ki Ajar! Untuk itu hamba meminta pamit serta mohon doa restu,“ Raden Banyak Cacra segera meminta pamit.

“Baiklah segera engkau pergi, semoga Hyang Widi Penguasa Jagad ini merestui kehendakmu!“ kata gurunya itu kemudian.

Raden Banyak Cacra kemudian pergi berkelana menuju arah timur dengan menyamar sebagai rakyat biasa dengan nama Raden Kamandaka. Sesampainya di Kadipaten Pasir Luhur dia mengabdi pada Patih Reksanata, karena sang patih tidak mempunyai putra melihat kecakapan dan ketampanan Raden Kamandaka segera tertarik sehingga kemudian diambil sebagai anak angkat. Ketika Adipati Kandadaha mengadakan pesta penangkapan ikan secara besar-besaran di pantai bertemulah Raden Kamandaka dengan Retno Dewi Ciptarasa putri Kadipaten Pasir Luhur. Kedua manusia berlainan jenis itu segera menjalin kasih.

“Tidakkah engkau menyesal sebagai anak seorang bupati bersuamikan aku rakyat biasa yang hidup sengsara tidak mempunyai suatu apa?“ kata Raden Kamandaka pada kekasihnya itu.

“Tidak kakang aku telah berjanji tidak akan mencintai seorang lelaki lain selain kangmas Kamandaka!“ Retno Dewi Ciptarasa berjanji.

“Benarkah yang engkau katakan itu jika begitu kita memang telah berjodoh semoga Hyang Widi merestui sumpah suci kita ini,“ jawab Raden Kamandaka kemudian.

Tetapi karena tindakan Raden Kamandaka dianggap melanggar kesusilaan, dikejar-kejar para prajurit Kadipaten untuk dibunuh. Di saat merasa berputus asa dan tidak tahu apa yang harus dilakukan Raden Kamandaka mencebur ke dalam sungai, dia terhanyut sehingga tubuhnya terdampar di Desa Paniagih dan diketemukan oleh seorang pemancing ikan bernama Rekajaya. Tubuh Raden Kamandaka lalu dibawa pulang serta diobati dan diperkenalkan pada ibunya mbok Kerta Sura. Di Desa Paniagih Raden Kamandaka terkenal sebagai penyabung ayam yang ulung, ayam jagonya si Mercu tidak tertandingi oleh ayam siapa pun. Kemenangan-demi kemenangan telah dia alami sehingga akhirnya menjadi kaya raya dan dapat membangun desanya Paniagih sehingga menjadi kampung yang makmur. Di saat yang bersamaan datanglah Banyak Blabur yang kini telah menyamar sebagai rakyat biasa dengan nama Silihwarni ke Kadipaten Pasir Luhur demi diutus ramandanya Prabu Siliwangi untuk mencari kakaknya yang telah lama menghilang dari kerajaan Pajajaran. Kepada sang Adipati dia menyatakan hendak mengabdi di Pasir Luhur. Kebetulan sekali melihat kecakapan Silihwarni Adipati Kandadaha menjadi sangat tertarik sehingga mengadakan suatu syarat jika Silihwarni berhasil menangkap atau membunuh Kamandaka yang secara diam-diam masih mencoba menemui kekasihnya dia akan diterima sebagai prajurit Kadipaten Pasir Luhur.

Pencarian terhadap Raden Kamandaka pun dilakukan. Akhirnya Silihwarni berhasil menemukan dirinya di penyabungan ayam Karangluas. Karena keasyikannya menyaksikan sepak-terjang ayam jagonya si Mercu Raden Kamandaka menjadi terlena sehingga dengan mudahnya Silihwarni menikamkan pusakanya kujang Pamungkas ke perut musuhnya itu. Perkelahian antara Raden Kamandaka dan Silihwarni pun terjadi. Tetapi karena darahnya terus mengalir dari tubuhnya akhirnya dirinya tidak tahan sehingga di Desa Brobosan dia melarikan diri. Di Desa Bancaran dia berhenti, setelah pikirannya tenang dia segera melanjutkan perjalanan. Karena ayam jagonya si Mercu mengganggu perjalanannya, Raden Kamandaka segera memerintahkan sahabatnya Rekajaya untuk mengurungnya saja di Desa Kurung Ayam. Raden Kamandaka berhasil menjebak anjing pelacak milik Silihwarn di Desa Karang Anjing sehingga berhasil lepas dari kejaran para prajurit Pasir Luhur. Tetapi perjalanannya ternyata sampai ke jalan buntu sehingga karena tidak tahu apa yang harus dilakukan lalu Raden Kamandaka masuk ke dalam goa dan melakukan tapa di situ.

Silihwarni yang merupakan nama samaran Banyak Blabur memang merupakan ksatria pilihan, kemanapun Raden Kamandaka pergi dia selalu saja dapat menemukannya. Dia segera menyusul masuk melalui mulut goa tempat Raden Kamandaka melakukan samadi meminta petunjuk kepada Hyang Widi sehingga peperangan antara keduanya terjadi lagi. Mereka saling adu kesaktian saling banting, saling pukul, hantam dan tendang untuk mengalahkan lawannya. Peperangan mereka berjalan alot sekali dan berlangsung lama tetapi Raden Kamandaka ternyata masih tetap yang lebih unggul, terbukti setelah itu berhasil meringkus Silihwarni dan merebut kujang Pamungkas pemberian ayahnya prabu Siliwangi dari Pajajaran. Tetapi disaat hendak menikamkamkan pusakanya itu Raden Kamandaka melihat sebuah kalung emas yang melilit di leher musuhnya. “Itu adalah kalung pusaka bagi para putra raja Pajajaran, sementara senjata ini adalah kujang Pamungkas milik ayahanda prabu Siliwangi pula,“ pikirnya. Untuk itu dia segera menanyakan siapa sebenarnya Silihwarni musuhnya itu.

“Siapakah engkau sebenarnya sehingga memakai kalung emas kebesaran kerajaan Pajajaran dan memegang kujang Pamungkas milik ayahanda prabu Siliwangi pula?“ tanya Raden Kamandaka pada musuhnya.

“Tentang siapa sebenarnya aku tidaklah penting, ayo cepat bunuhlah aku pantang bagi Banyak Blabur putra prabu Siliwangi menyerah!“ tantang Silihwarni pula.

“Tidak! Benarkah engkau si Banyak Blabur adikku? Lupakah engkau dengan aku Banyak Cacra kakakmu kini?“ kata Kamandaka terperangah.

“Engkaukah kakang Banyak Cacra yang selama ini saya cari? Kemana sajakah kakang selama ini? Kedatanganku di sini diutus ramanda Prabu Siliwangi untuk menyusulmu,“ jawab Silihwarni yang tidak lain adalah Banyak Blabur adiknya sendiri. Mereka kemudian saling berangkulan, bertangisan menyesali perbuatannya selama ini.

Raden Kamandaka segera menceritakan kisah perjalanannya dari negeri Pajajaran sehingga sampai ke kadipaten Pasir Luhur yang tidak lain hanyalah ingin mencari pujaan hatinya Dewi Ciptarasa seorang putri adipati Kandadaha yang sangat mirip dengan ibunya. Untuk itu Kamandaka meminta bantuan adiknya si Banyak Blabur menjumpai Retno Dewi Ciptarasa ke taman kaputren Pasir Luhur dengan merubah wujud sebagai keblak atau kelawar besar sehingga tidak menimbulkan kecurigaan prajurit kadipaten.“Katakan kepadanya jika aku masih hidup dan jika dirinya masih tetap setia pada aku Raden Kamandaka kekasihnya suruhlah menemui aku di hutan ini yang telah merubah ujudnya sebagai seekor lutung!“ pesan Raden Kamandaka pada adiknya itu.

“Baiklah, kakanda perintah kakang akan selalu saya junjung tinggi dan sekarang juga aku akan segera berangkat!“ jawab adiknya pula. Saat Retno Dewi Ciptarasa menderita kesedihan ditinggal kekasihnya datanglah Banyak Blabur yang telah menyamar sebagai keblak seekor kalong besar mengabarkan jika Raden Kamandaka kekasihnya masih hidup. Sang putri disuruh menjumpainya di tengah hutan Karang Bolong. Untuk itu Dewi Ciptarasa pun segera menyusun siasat mengajak ayahandanya Adipati Kandadaha berburu di hutan tersebut untuk menghibur hatinya yang tengah gundah. Ketika itulah muncul seekor kera hitam besar, para prajurit segera bersiap untuk memanahnya tetapi sang Adipati melarangnya karena binatang itu ternyata jinak sehingga akhirnya memerintahkan untuk ditangkap sebagai binatang kesayangan sang putri Dewi Ciptarasa di taman kaputren. Akhirnya sepasang kekasih Dewi Ciptarasa dengan Raden Kamandaka dapat dipertemukan kembali untuk memadu kasih.

Sementara itu di kadipaten Pasir Luhur tengah kedatangan tamu Tumenggung Sulajaladri dan Ronggo Silangut yang merupakan utusan prabu Pulebahas dari Nusa Tembini. Kedatangan mereka tidak lain diutus ratu gustinya prabu Pulebahas untuk melamar Retno Dewi Ciptarasa putri Adipati Kandadoho yang hingga kini belum menemukan seorang suami. Adipati Pasir Luhur tentu saja menjadi gelisah karena Prabu Pule Bahas terkenal sangat kejam dan jahat terbukti walau telah berputera dua Purung Bahas dan Pasung Bahas masih menginginkan Retno Dewi Ciptarasa sebagai permaisurinya. Sementara itu Lutung Kasarung (kera, Red.) binatang kesayangan Retno Dewi Ciptarasa yang merupakan penjelmaan Raden Kamandaka menyuruh dia mengiyakannya.

“Baiklah turuti permintaannya dengan suatu syarat: sang pengantin diiringi putri kembar 40 orang, Lawon (kain mori, Red.) seribu kodi, para pengiringnya dilarang membawa senjata dan upacara penyambutan dilakukan di luar kota. Di saat kamu dipersandingkan dengan adipati Nusa Tembini nanti diperbolehkan membawa lutung kasarung binatang kesayanganmu!“ pesan sang lutung yang merupakan penjelmaan Raden Kamandaka.

“Baiklah pesan kakanda nanti saya sampaikan pada ramanda adipati Kandadaha untuk disampaikan pada utusan prabu Pulebahas nanti,“ jawab Dewi Ciptarasa mengiyakannya.

Ketika permintaan Retno Dewi Ciptarasa disampaikan pada Prabu Pule Bahas adipati Nusa Tembini itu pun menyanggupinya. Di saat pesta pernikahan prabu Pulebahas dengan Dewi Ciptarasa dilangsungkan, lutung kasarung segera melaksanakan siasatnya. Di saat pengantin lelaki turun dari kereta untuk mengemban mempelai putri Lutung Kasarung berubah menjadi manusia sehingga prabu Pulebahas menjadi terkejut.

“Hai siapakah gerangan ini yang berani mengganggu pesta pernikahanku dengan Retno Dewi Ciptarasa kekasihku, baik terimalah taring pusakaku yang sakti ini!“ hardik adipati Nusa Tembini pula.

“Baiklah keris pusakaku putra prabu Pajajaran telah lama tidak menghisap darah manusia kinilah saatnya engkau menerima balasan kesemua dosamu selama ini, api neraka jahanam telah berkobar siap menantimu!“ jawab Raden Kamandaka pula. Peperangan diantara keduanya pun segera terjadi. Raden Kamandaka segera menikamkan kerisnya sehingga musuhnya tewas. Ketika itu terbukalah tabir Raden Kamandaka yang merupakan nama samaran Raden Banyak Cacra putra Raja Pajajaran kakak kandung Raden Banyak Blabur dan Gagak Ngampar. Mengetahui itu adipati Kandadaha sangat senang sekali, dia menyatakan menyesal telah memperlakukan putra mahkota kerajaan Pajajaran itu dengan tidak semestinya. Akhirnya cita-cita Raden Banyak Cacra untuk menemukan kekasihnya pun terlaksana tetapi seperti telah tercantum dalam undang-undang dan adat-istiadat kerajaan Pajajaran,“ Barang siapa yang telah terluka oleh kujang Pamungkas tiada berhak lagi duduk di dampar kencana kursi kebesaran sebagai raja Pajajaran,“ Sehingga dengan terpaksa dia menyerahkan kekuasaan kerajaan Pajajaran yang telah dilimpahkan oleh ayahandanya prabu Siliwangi kepada adiknya Banyak Blabur dan dia memutuskan menetap di Pasir Luhur untuk menggantikan adipati Kandadaha yang telah semakin uzur.

Tags