Babad Singkat Desa Palumbungan Bobotsari

Asal mula terjadinya Desa Palumbungan berawal dari adanya seorang Adipati dari kerajaan Majapahit yang mengembara karena dikejar kejar oleh penjajah belanda, konon ceritanya pada waktu itu tentara belanda mendengar/mencium berita bahwa dikerajaan majapahit, ada seorang Adipari yang sangat sakti dengan terbiasa setiap harinya membuat menu makanan yang terbuat dari segala rupa beling, beling- beling tersebut ditumbuk sampai halus dibikin rujak untuk dimakan sebagai makanan sampingan sehari-hari sang Adipati, Sehingga oleh sang Raja kerajaan Majapahit, beliau diberi julukan Adipati Rujak beling yang sampai sekarang makanan sampingan sang Adipati Rujak Beling diabadikan oleh kesenian kuda lumping, pada waktu personil kuda lumping kesurupan beliau diberi makan sejenis makanan beling.
Tentara belanda merasa khawatir/pesimis, jangan jangan sang Adipati Rujak beling meyusun kekuatan untuk melumpuhkannya, maka dicarilah sang Adipati Rujak beling untuk ditangkap, pada suatu hari sang Adipati Rujak Beling tahu dan mengerti sedang dicari mau ditangkap oleh tentara Belanda, maka sang Adipati Rujak Beling pergi meninggalkan Kerajaan Majapahit untuk mengembara dan menghindari tentara Belanda, guna menyelamatkan diri, perjalananya hingga bertahun tahun akhirnya sang Adipati Rujak Beling sampailah disuatu perkampungan yang dibatasi oleh sebuah sungai yang besar dan deras yaitu sungai klawing.
Sang Adipati Rujak Beling dikampung tersebut merasa aman, nyaman dan tentram, maka sang Adipati Rujak Beling tinggal di desa tersebut, sehingga desa tersebut diberi nama desa Penisihan yang artinya sebuah desa tempat untuk menyisih/ sembunyi bagi orang-orang kota yang takut terhadap tentara belanda. Desa penisihan dibatasi oleh batas alam yang sangat strategis ( sungai ) yang arusnya sangat deras, maka sangat tidak mungkin tentara belanda bisa menembus masuk desa tersebut.
Setelah sang Adipati Rujak beling bertempat tinggal di desa penisihan sudah cukup lama dan dirasa sudah aman sang Adipati Rujak Beling akhirnya melanjutkan pengembaraannya dan sang Adipati Rujak Beling melanjutkan pengembaraannya ke arah timur menyusuri sungai klawing, dirasa sudah cukup melelahkan maka istirahatlah sang Adipati Rujak Beling di desa tersebut, sang Adipati Rujak Beling membuka lahan pertanian untuk bercocok tanam dengan menanam padi, jagung, gandum dan lain-lain serta membuka lahan perkebunan untuk ditanami jenis umbi-umbian, ubi jalar, singkongh, gandum dan lainnya, guna memperbnayak bahan makann pokok untuk persiapan pada waktu musim paceklik tiba, sehingga desa tersebut tidak akan kekurangan bahan makanan pokok.
Gancaring ceritera kampung tersebut pada waktu yang tidak terlalu lama menjadi sebuah desa yang makmur, subur, gemah ripah loh jinawi, melimpah ruah hasil tanaman pertanian dan perkebunan.
Karena pada waktu itu belum ada jual beli hasil pertanian dan perkebunan, maka sang Adipati Rujak Beling berinisiatif membuat tempat untuk menampung/menyimpan hasil pertanian dan perkebunan yang disebut oleh sang Adipati Rujak Beling dinamakan “Lumbung Pangan” sehingga kampung tersebut, oleh sang Adipati Rujak Beling diberi nama Desa Palumbungan yang artinya lumbung pangan yang melambangkan kemakmuran.
Setelah sang Adipati Rujak Beling membuka Desa Penisihan dan Desa Palumbungan menjadi desa yang serba kecukupan pangan pada waktu itu, maka dibentuklah suatu Pemerintah Desa yaitu :
Desa Penisihan yang artinya desa tempat untuk menyisih ( berlindung ) Desa Palumbungan yang artinya desa tempat untuk menyimpan hasil pertanian dan perkebunan ( Lumbung Pangan ).
Selang beberapa lama sang Adipati Rujak Beling membentuk pemerintahan desa, akhirnya sang Adipati Rujak Beling meninggal dunia dan dimakamkan di dukuh yang disebut dukuh tipar yang sampai sekarang masih ada makamnya.