Curahan Hatiku Kecewa Yang Berulang
Mataku terbeliak tapi seketika memicing saat terangnya lampu kamar menembus kornea mataku. Tanganku meraih jam tangan yang terbiasa kuletakan disamping tempat tidur dimana badan ini kurebahkan setiap malam sepulang kerja di atas kasur putih yang warnanya sudah agak kecoklatan, karena saking lama usianya.
Jarum jam menunjukan pukul 3 lewat beberapa menit, aku selintas berpikir "Alloh pasti menyuruhku Sujud sehingga aku dibangunkan jam segini". Tapi dasarnya aku pemalas aku enggan bangun bahkan aku kembali menarik membetulkan selimut yang sudah acak acakan hingga kembali rapat menutupi sebagian badanku.
Seperti biasa ingatanku kembali kepada momen semalam dikantor. Hal ini sudah menjadi kebiasaanku atau sebagian orang atau mungkin semua orang.
Pikiran ini akan mengulang dan menyisir setiap peristiwa seharian yang sudah dilewati.
Aku ingat betapa aku semalam merasa kecewa saat seseorang yang beberapa bulan kebelakang menguras pikiranku kembali mempermainkan perasaanku.
Dengan semangat dia bilang akan mengantarku saat pulang nanti. Beberapa temanku yang biasa kubonceng memang sudah pulang gasik saat itu karena ada keperluan." tenang mba nanti aku yang nganter" ucapnya saat aku terlihat sedikit bingung akan pulang dengan siapa. Mendengar ucapan itu akupun tenang dan sebersit kebahagian memenuhi relung hatiku. Memang itu yang selalu kuimpikan setiap pulang dari kantor.
Tapi impian itu sering tidak terpenuhi, karena beberapa alasan. Dulu keadaan yang tidak mendukung karena motornya suka mogok jadi sering kami menahan keinginan untuk pulang bareng diantar sampai rumah.
Hingga keadaan benar benar merubah perhatiannya kepadaku karena suatu peristiwa yang menurutnya adalah kesalahanku.
Aku mengiyakan saja tuduhannya meski dihatiku sangat menolak keras tuduhan itu yang menurutku dia yang memutar balikan fakta.
Tapi karena aku masih berharap berkomunikasi baik dan tetap bisa berdekatan sama dia aku selalu menjaga perasaannya bahkan aku tetap bersikap seolah aku tidak merasakan kecewa atau menunjukan rasa sakitku karena perubahan sikapnya yang begitu drastis yang memicu peristiwa besar dalam hubungan kedekatan kami ini.
Malam itupun demikian, beberapa saat setelah ucapannya membuat hatiku berbunga bunga, tak berapa lama aku dengar dia mengeluh kepada pimpinan kantor bahwa dia disuruh kerumah ibu tapi malas. Aku langsung menangkap triknya itu. Aku langsung menghela nafas dan tak bisa menyembunyikan rasa kecewa ini dengan langsung pura pura serius memainkan handpone.
Kulihat dia langsung berkemas dan segera pamit untuk kerumah ibunya dengan alasan akan mengantarkan uang. Saat itu aku hanya berbisik dalam hati, "aku sudah membaca triknya, sudahlah sekarang dan selamanya jangan banyak berharap dia akan kembali seperti awal awal kedekatan, nanti seterusnya aku pasti kecewa".
Tanpa banyak bicara aku mengikuti salah seorang teman dekatnya yang dia suruh mengantarku pulang. Bahkan akupun tak menanggapi sedikitpun saat teman dekatnya itu pamit dengan candaan kepenjaga kantor akan mengantar permaisuri pulang.
Sesaat setelah sampai rumah aku segera membersihkan diri dan langsung merebahkan badan. Kepenatan tubuh tidak terasa sama sekali kalah oleh rasa sedih dan kecewa. Tapi tanpa air mata, karena aku sudah sering merasa kecewa yang sama.
Aku pun memejamkan mata sambil berdoa dalam hati, semoga Tuhan segera mengirim seseorang yang tulus yang bisa menemaniku, memenuhi kebutuhanku dan anak anakku, setia hingga menua bersama.