Sekolah Gratis Ala Gubernur Banten, Orang Tua Tetap Bayar Dan Hasil Spmb Online Dikesampingkan

Sekolah Gratis Ala Gubernur Banten, Orang Tua Tetap Bayar Dan Hasil Sp
06-Jul-2025 | sorotnuswantoro Tangerang

Sekolah "Gratis" Ala Gubernur Banten, Orang Tua Tetap Bayar dan Hasil SPMB Online Dikesampingkan

‎BANTEN – Program sekolah gratis yang dijanjikan Pemerintah Provinsi Banten melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 15 Tahun 2025 kini jadi sorotan. Meskipun Pergub tersebut mengatur subsidi biaya pendidikan bagi siswa SMA, SMK, dan SLB swasta di berbagai wilayah, kenyataan di lapangan berbicara sebaliknya, banyak orang tua murid mengaku tetap dibebani biaya sekolah setiap bulan.

‎Salah satu wali murid di Kota Tangerang mengatakan, katanya gratis, tapi tiap bulan kami masih disuruh bayar Rp300 ribu. Kalau nggak bayar, anak kami ditegur atau dipersulit ikut kegiatan.

‎Program sekolah gratis yang seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat justru memicu kekecewaan luas. Menanggapi hal ini, Ketua Forum Jurnalis Pasar Kemis (FORJUMIS), H. Simanjuntak, SH, angkat bicara.

‎‎“Jangan menggiring masyarakat seolah-olah sekolah gratis, tapi kenyataannya masih harus bayar. Ini kan namanya pembohongan publik,” tegasnya.

‎Lebih parah lagi, ketidaksinkronan antara sistem seleksi online dan kebijakan internal sekolah swasta juga terjadi, seperti dialami oleh Syarif Hidayatullah, warga Kabupaten Tangerang.

‎Anak Syarif telah mengikuti seleksi melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Online Provinsi Banten, dengan memilih SMA Negeri 14 Kabupaten Tangerang sebagai pilihan pertama dan SMA Swasta Paradigma Mauk sebagai pilihan kedua. Jalur yang diambil adalah jalur domisili.

‎Namun, dalam pengumuman resmi SPMB pada 30 Juni 2025, anak tersebut tidak diterima di SMA Negeri 14, namun dinyatakan lolos di SMA Paradigma Mauk dan bahkan tercatat sebagai peringkat pertama dari 49 calon siswa yang diterima.

‎Ironisnya, saat Syarif mendatangi SMA Paradigma Mauk untuk daftar ulang, pihak sekolah justru tidak mengakui hasil seleksi online, dan menyatakan hanya menerima pendaftaran melalui sistem offline.

‎Hal ini membuat orang tua murid seperti Syarif merasa dibingungkan dan frustrasi.

‎“Berapa anak yang akan putus sekolah kalau begini caranya? Tanggung jawab pemerintah apa?” kata Syarif dengan nada kecewa.

‎Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas dan kejujuran pelaksanaan program pendidikan di Banten. Apakah sistem hanya sekadar formalitas tanpa pengawasan yang nyata?

Tags